Thursday, 31 July 2025

Kentongan Al-Zaytun: Dari Penanda Waktu hingga Pengawasan Keamanan 24 Jam

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

(Mengenal Tadisi-tradisi di Mahad Al Zaytun)

 

Oleh: Ali Aminulloh 

lognews.co.id - Di tengah hiruk pikuk modernitas, bunyi kentongan mungkin terkesan jadul dan ketinggalan zaman. Namun, anggapan itu tak berlaku di Mahad Al-Zaytun. Di setiap asrama, kentongan bukan sekadar pajangan, melainkan jantung yang berdetak tanpa henti sejak berdirinya institusi pendidikan ini. Fungsinya multifaset, melampaui sekadar penanda waktu, menjadi alat kontrol keamanan, hingga simbol kehidupan yang tak pernah padam.

Kentongan di Al-Zaytun memiliki sistem unik dalam penandaan waktu. Setiap jam, ia berbunyi sesuai angka jam tersebut. Pukul 03.00 pagi, kentongan akan berbunyi tiga kali, dan pada pukul 18.00 (atau 06.00 sore), ia akan berbunyi enam kali. Maksimal bunyi yang dihasilkan adalah 12 kali. Lebih dari sekadar alarm waktu, bunyi ini juga berfungsi sebagai manajemen kontrol bagi petugas keamanan asrama. "Dengan menaruh kentongan, kami bisa mengontrol mana petugas yang berjalan, mana yang tidak," jelas Toni Ismawan, Komandan Keamanan Al-Zaytun. Artinya, jika pada jam tertentu tidak terdengar bunyi kentongan, itu menjadi sinyal bahwa ada pengawasan yang longgar atau petugas tidak berada di posisinya. Kehadiran kentongan yang khas ini juga menjadi alarm bagi pihak-pihak dengan niat buruk, mengirimkan pesan bahwa asrama selalu dijaga dan diawasi. Ini adalah bagian integral dari strategi pengamanan mereka.

Memadukan Tradisi dan Modernitas dalam Detak Kentongan

Bunyi kentongan yang berdentum selama 24 jam di Mahad Al-Zaytun seolah menjadi metafora. Ini menandakan bahwa denyut kehidupan di sana tidak pernah berhenti, terus bergerak dan beraktivitas, mengamalkan sifat ilahi yang "La sinatun wala naum" — Allah tidak mengantuk dan tidak tidur. Sistem kentongan ini menjadikan suasana asrama seolah tidak pernah istirahat, selalu aktif dan terjaga. Kehadiran kentongan di tengah asrama juga menguatkan nuansa tradisional, membuat suasana pesantren begitu kental terasa. Ini adalah perwujudan nyata dari lirik lagu Mars IAI yang menyatakan bahwa kontemporer dan tradisional berpadu secara seimbang, adil, dan manusiawi.

Epilog: Kentongan penanda kehidupan terus bergerak.

Di balik kesederhanaannya, kentongan di Mahad Al-Zaytun bukan hanya alat komunikasi atau penanda waktu. Ia adalah warisan budaya yang dihidupkan kembali dengan fungsi modern, menjadi bukti bahwa tradisi dapat bersinergi dengan kebutuhan kontemporer untuk menciptakan sistem yang efektif dan berkarakter. Ia adalah cerminan dari filosofi Al-Zaytun: terus bergerak, selalu terjaga, dan tak pernah berhenti berkarya.