Sunday, 14 December 2025

Sadarlah Hatinya, Sadarlah Budinya: Menggali Kembali Makna Anthem Indonesia Raya

User Rating: 2 / 5

Star ActiveStar ActiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Penulis : Elweha

lognews.co.id - “Sadarlah hatinya, sadarlah budinya, untuk Indonesia Raya.”

Itulah bagian syair dari lagu kebangsaan Indonesia Raya Stanza II.
 
Bukan sekedar rangkaian kata puitis, tetapi sebuah falsafah moral yang seharusnya menjadi cermin bagi siapa pun yang diberi amanah mengelola negeri ini.
 
Seandainya para pejabat negara sungguh memahami, menghayati, dan menginternalisasi nilai luhur dalam syair Indonesia Raya 3 Stanza, barangkali bangsa ini tidak perlu disuguhi beragam drama di ruang publik setiap kali negeri tertimpa bencana—apalagi jika bencana itu bersumber dari kelalaian atau penyalahgunaan kuasa segelintir orang.
 
Beberapa waktu terakhir, masyarakat kembali disuguhi tontonan pencitraan: simbol partai, slogan kampanye terselubung, hingga ajang unjuk diri untuk kontestasi politik mendatang. Derita jutaan rakyat justru berubah menjadi panggung sandiwara, seakan-akan tragedi adalah latar belakang yang sah untuk agenda personal branding semata.
 
Padahal, jika para pemegang jabatan memiliki kesadaran hati dan kesadaran budi pekerti—kesadaran untuk Indonesia Raya—mereka tentu akan merasa malu memanfaatkan momentum sulit rakyat sebagai ruang kampanye atau perebutan simpati publik. Empati seharusnya hadir lebih dulu daripada ambisi.
 
Syaykh Al-Zaytun, Syaykh A.S. Panji Gumilang, pernah menyampaikan bahwa Indonesia Raya 3 Stanza adalah doa terbaik bagi bangsa dan negeri ini. Doa yang bukan hanya dilantunkan, tetapi direnungkan dan diwujudkan dalam perilaku, terutama oleh mereka yang memimpin.
 
Inilah saatnya kembali menundukkan kepala, menyadarkan hati, dan menuntun budi.
Sebab kemuliaan sebuah bangsa berawal dari keluhuran akhlak para pemimpinnya—untuk Indonesia Raya.