Oleh Ali Aminulloh
Sabang, Aceh – Di tengah pesatnya laju digitalisasi dan kompleksitas isu global, peran akademisi sebagai agen perubahan dan pencerah semakin krusial. Sebuah perhelatan akbar Konferensi Internasional yang diselenggarakan oleh Asosiasi Dosen Kolaborasi Lintas Perguruan Tinggi (DKLPT) Provinsi Aceh pada Rabu, 23 Juli 2025, di Sabang, Aceh, menjadi bukti nyata bagaimana kolaborasi lintas negara dan lintas disiplin ilmu mampu menghasilkan gagasan-gagasan inspiratif demi masa depan yang berkelanjutan. Dosen Institut Agama Islam (IAI) Al Zaytun Indonesia turut membuktikan komitmennya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pengabdian kepada masyarakat, dengan berpartisipasi aktif dalam forum bergengsi ini.
Kolaborasi Internasional untuk Masa Depan Berkelanjutan
Konferensi Internasional yang bertajuk "Navigating the Challenges and Opportunities of Education in the Digital Era: Interdisciplinary Perspectives for a Sustainable Future" ini bukan sekadar ajang pertukaran gagasan, melainkan sebuah jembatan kolaborasi yang melibatkan tiga negara serumpun: Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Acara ini merupakan bagian dari program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) yang digagas oleh DKLPT Aceh, menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan harus selalu membumi dan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.
Kehadiran para pembicara kunci berkaliber internasional semakin menegaskan bobot ilmiah konferensi ini. Prof. Dr. Ir. Dahlan Abdullah, ST. M.Kom, IPU ASEAN Eng, Guru Besar Universitas Malikussaleh Aceh; Prof. Dr. Abdul Halim Ali, Guru Besar Universitas Pendidikan Sultan Idris Malaysia; Dr. Fatahillah M. Syahrul. M.Ag dari UNISSA Brunei Darussalam; serta Prof. Dr. Syamsul Rijal. M.Ag, Guru Besar UIN Ar-Raniry Aceh, secara bergantian menyampaikan pandangan visioner mereka. Konferensi ini menarik partisipasi 743 peserta yang terdiri dari Guru Besar, Dosen, Profesional, dan Praktisi dari berbagai disiplin ilmu, menciptakan forum diskusi yang kaya dan multidimensional. Mereka berasal dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Sesi presentasi dibagi menjadi tujuh ruangan, di mana satu ruangan diselenggarakan secara luring untuk peserta dari Aceh dan sekitarnya, sementara enam ruangan lainnya diakses secara daring, memfasilitasi partisipasi luas dari berbagai daerah. Sebanyak 61 pembicara, masing-masing memaparkan hasil penelitian ilmiah mereka dalam waktu sekitar 20 menit per orang, diikuti dengan sesi tanya jawab yang interaktif. Ini adalah ruang di mana ide-ide baru bermunculan, teori-teori diuji, dan kolaborasi antarilmuwan terjalin.
Kontribusi Inspiratif dari IAI Al Zaytun: Menggagas Pemahaman Hukum
IAI Al Zaytun patut berbangga, dengan empat dosennya yang berpartisipasi aktif dalam konferensi ini. Mereka adalah Dr. Ngainurrahmah, S.Sos.I. MA; Dr. Ali Aminulloh, S.Ag. M.Pd.I. ME; Iis Susiawati, S.Pd. M.Pd.; dan Meity Suryandari, S.Pd. EK. M.Pd. Keempatnya mengirimkan karya ilmiah hasil penelitian di bidang Pengabdian kepada Masyarakat (PkM), menunjukkan komitmen IAI Al Zaytun untuk terus berkontribusi pada solusi permasalahan sosial.
Satu diantaranya, yaitu Dr. Ali Aminulloh, S.Ag. M.Pd.I. ME, berkesempatan menyampaikan presentasinya secara langsung di Ruang 4, bersama tujuh pembicara lainnya. Sesi di Ruang 4 dipimpin oleh Dr. Ir. Tri Cicik Wijayanti, SE. MM. M.Psi Psikolog dari Universitas Gajayana Malang, menciptakan atmosfer diskusi yang dinamis dan konstruktif.
Dr. Ali Aminulloh membawakan topik yang sangat relevan dan mendesak: "Sosialisasi UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP Baru Indonesia." Berangkat dari survei yang dilakukan Ali Aminulloh dan tim, dengan melibatkan 553 responden dari kalangan akademisi, guru, mahasiswa, dan masyarakat umum di Jawa Barat, Jakarta, dan Banten, temuannya sungguh mengejutkan sekaligus menginspirasi. Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat (57%) masih belum mengetahui KUHP baru tersebut, sementara 3,7% ragu-ragu, dan hanya 39% yang merasa tahu. Menariknya, responden yang menyatakan tahu mayoritas adalah mahasiswa yang sebelumnya telah mengikuti webinar mengenai KUHP Baru yang diadakan oleh Dr. Ali Aminulloh sendiri di kampusnya.
Temuan ini secara gamblang menunjukkan adanya kesenjangan informasi yang signifikan di tengah masyarakat. Namun, di balik fakta tersebut, tersirat sebuah harapan besar. Survei juga mengungkap antusiasme masyarakat yang luar biasa untuk memahami KUHP baru ini. Sebanyak 96% responden menginginkan penjelasan lebih lanjut, dan 89% menganggap informasi ini sangat penting. Angka-angka ini adalah seruan bagi semua pihak yang memiliki tanggung jawab untuk turut serta dalam proses sosialisasi.
Tanggung Jawab Moral Akademisi: Mewujudkan Masyarakat Sadar Hukum
Berdasarkan temuan tersebut, Dr. Ali Aminulloh menegaskan bahwa ada empat pihak yang memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan pemahaman hukum kepada masyarakat: pemerintah, DPR, penegak hukum, dan tentu saja, akademisi. Dalam konteks inilah, peran perguruan tinggi menjadi sangat vital, khususnya melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM).
Dr. Ali Aminulloh bersama rekannya, Isa Asrofudin, SH. M.Si, telah mengambil langkah nyata dengan melaksanakan PKm dalam bentuk webinar tentang sosialisasi KUHP Baru. Sasarannya tidak hanya untuk mahasiswa tetapi juga bagi wali santri fan masyarakat umum. Di Jawa Barat bekerja sama dengan organisasi masyarakat Reksa Mahadhika Utama. Kegiatan ini direncanakan akan terus berlanjut hingga Desember 2025, sebuah inisiatif mulia yang patut dicontoh.
Lebih lanjut, survei Dr. Ali Aminulloh juga memberikan panduan berharga mengenai metode sosialisasi yang efektif. Daribhasil survry, masyarakat usia 35 tahun ke atas cenderung menginginkan sosialisasi dalam bentuk diskusi, sementara generasi muda lebih menyukai informasi yang disajikan dalam bentuk video edukasi. Kelompok masyarakat berpendidikan S1-S3, lebih memilih format webinar. Data ini menjadi peta jalan bagi semua pihak untuk merancang strategi sosialisasi yang lebih tepat sasaran dan berdampak.
Antusiasme masyarakat untuk memahami hukum baru ini harus disambut dengan sinergi dari semua pihak. Ketika pemerintah, DPR, penegak hukum, dan akademisi bergerak bersama, bergotong royong dalam menyebarkan pemahaman hukum, maka akan lahir masyarakat yang tidak hanya paham hukum, tetapi juga sadar hukum. Konferensi ini menjadi pengingat bahwa akademisi memiliki kekuatan untuk "membumi," bersinergi dengan kebutuhan masyarakat, dan menjadi agen perubahan yang sesungguhnya.
Epilog: Komitmen Membawa Perubahan Positif
Di balik setiap presentasi ilmiah, di setiap diskusi hangat, dan di setiap data yang disajikan, tersembunyi sebuah harapan dan komitmen. Harapan untuk melihat masyarakat yang lebih berpengetahuan, lebih berdaya, dan lebih sadar akan hak dan kewajiban mereka. Komitmen para akademisi, seperti yang ditunjukkan oleh dosen-dosen IAI Al Zaytun, adalah bukti bahwa ilmu tidak boleh hanya tinggal di menara gading. Ia harus mengalir, menyentuh hati, dan menginspirasi perubahan positif dalam masyarakat. Mari kita terus menyalakan obor pengetahuan ini, agar cahaya keadilan dan pemahaman hukum dapat menerangi setiap sudut negeri, membangun masa depan yang lebih baik bagi kita semua.