PEMILU
الأحد، 15 حزيران/يونيو 2025

Mewujudkan Visi Gemilang: Pendidikan Holistik dan Seni sebagai Fondasi Indonesia Emas 2045 di Al-Zaytun

تقييم المستخدم: 5 / 5

تفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجوم
 

Oleh Ali Aminulloh

lognews.co.id, Al-Zaytun - Gelombang optimisme dan visi masa depan yang kuat menyelimuti Mahad Al-Zaytun pada Ahad pagi ini, saat diselenggarakannya sesi kedua Pelatihan Pelaku Didik Berkelanjutan. Acara ini menjadi panggung bagi gagasan-gagasan transformatif tentang bagaimana pendidikan harus beradaptasi dan memimpin di tengah arus deras perubahan zaman. (8/6/25)

WhatsApp Image 2025 06 09 at 10.39.02 2

1. Pelatihan Pelaku Didik: Mengiring Masa Depan dengan Nada Perubahan

Dr. Ali Aminulloh, S.Ag., M.Pd.I., ME, selaku panitia penyelenggara, membuka pelatihan dengan pantun yang menyemangati, menyapa para peserta sebagai "pejuang pendidikan". Ia menegaskan bahwa di tengah dinamika informasi dan teknologi yang merajalela, pendidikan tidak lagi sekadar mengikuti, melainkan harus berani memimpin perubahan. "Acara ini bukan sekadar pelatihan teknis, melainkan sebuah momentum strategis untuk merumuskan ulang arah dan pendekatan pendidikan nasional," ujar Ali . Tema besar "Menuju Transformasi Revolusioner Pendidikan Berasrama Demi Terwujudnya Indonesia Modern di Abad XXI dan Usia 100 Tahun Kemerdekaan" menjadi payung bagi empat pokok pembahasan penting, termasuk kurikulum berbasis L-STEAM, sarana prasarana pendidikan abad ke-21, hingga unsur-unsur penting lainnya yang akan membentuk wajah pendidikan masa depan.

2. Inspirasi dari Negeri Sakura: Fondasi Disiplin dan Kreativitas Global

Panggung selanjutnya diambil alih oleh Prof. Dr. Triyono Bramantyo, M.Mus.Ed., Ph.D., ahli Musikologi, Edukasi, dan Estetika. Dengan judul pemaparannya "Pendidikan Seni Holistik di Era Digital: Strategi Kurikulum untuk Mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045," Profesor Triyono memulai dengan refleksi pengalaman pribadinya belajar di Jepang. Ia teringat betapa disiplin dan kepedulian sosial masyarakat Jepang begitu mengakar, bahkan berita sepele tentang kulit pisang yang menyebabkan seseorang terpeleset bisa menjadi isu nasional. Hal yang paling mengesankan baginya adalah "Spirit Bushido" dalam belajar, sebuah semangat eksploratif yang tak kenal menyerah hingga menemukan jawaban.

Kontras dengan pengalamannya di Indonesia pada era 1960-an yang serba terbatas, dari sekolah di desa dengan fasilitas minim hingga ketiadaan buku tulis. Perjuangan kerasnya untuk mendapatkan beasiswa ke Jepang, bahkan tidur di stasiun, menjadi saksi bisu kegigihannya. Kini, ia melihat Al-Zaytun sebagai harapan besar. Dengan adanya beasiswa LPDP dan BIP dari pemerintah, serta sistem one pipe system di Al-Zaytun yang meningkatkan kemampuan bahasa, ia yakin santri Al-Zaytun akan sangat kompetitif di kancah global.

3. Seni sebagai Pilar Pendidikan Holistik: Membangun Karakter dan Menyeimbangkan Otak

Profesor Triyono secara tegas menyatakan bahwa seni, khususnya musik, harus menjadi kurikulum inti, bukan hanya ekstrakurikuler. "Jepang sejak 1889 sudah mengimplementasikan musik sebagai kurikulum inti dari SD hingga SMA," paparnya, "dan saya melihat sendiri anak-anak sekolah dasar di sana sudah bisa bermain biola dalam ansambel atau orkestra." Pentingnya musik ini, menurutnya, terletak pada kemampuannya menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan, serta membentuk karakter anak secara signifikan.

Dalam gagasannya tentang "Pendidikan Seni Holistik di Era Digital", ia menekankan pemanfaatan teknologi digital secara positif untuk mengembangkan jati diri santri, bukan sebaliknya. Tujuan utama adalah mengembangkan kurikulum seni yang holistik dan interaktif, mengintegrasikan teknologi digital, serta mendukung visi Indonesia Emas 2045 untuk melahirkan generasi kreatif dan berdaya saing global. "Saya membayangkan Al-Zaytun memiliki Simfoni Orkestra," ujarnya, "yang bagi saya adalah simbol unifikasi, kebersamaan, dan komunikasi. Seperti orkestra besar yang harmonis, Mahad Al-Zaytun adalah orkestra besar dengan Syaykh Al-Zaytun sebagai konduktornya." Ia bahkan mengusulkan pembentukan orkestra Al-Zaytun secara cepat, misalnya dengan melatih mahasiswa ISI Yogyakarta selama dua bulan untuk konser perdana.

WhatsApp Image 2025 06 09 at 10.39.02 1

4. Literasi Digital Kritis dan Peran Guru sebagai Fasilitator Transformasi

Profesor Triyono juga menyoroti tantangan literasi digital. Merujuk pada David Buckingham, ia mengingatkan bahwa pendidikan digital tidak hanya soal keterampilan teknis, tetapi juga pengembangan kesadaran kritis terhadap media. Ia khawatir generasi muda menjadi "generasi zombie" yang terlalu bergantung pada TikTok tanpa kemampuan filterisasi informasi. Untuk itu, ia mengusulkan kerangka literasi digital yang mencakup representasi, bahasa, produksi, dan audiens.

Peran guru pun harus bertransformasi dari pengajar tradisional menjadi fasilitator interaktif. Ia mencontohkan teknik-teknik teater interaktif seperti Forum Theater, Image Theater, dan Invisible Theater dari buku Games for Actor karya Boel, yang bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir kritis, empati, dan keterampilan sosial. Kesimpulannya, pendidikan seni dapat menjadi katalis transformasi sosial dan budaya, terutama jika mengimplementasikan pendidikan seni yang holistik dan integral, dengan sinergi antara teknologi digital dan nilai budaya lokal.

5. L-STEAM dan Haddam Bana: Visi Syaykh Al-Zaytun untuk Pondasi Bangsa

Menyambung paparan Prof. Triyono, Syaykh Al-Zaytun memberikan penekanan kuat pada fondasi pendidikan yang kokoh untuk Indonesia Emas 2045. Beliau secara tegas menyatakan bahwa kurikulum berbasis L-STEAM (Law, Science, Technology, Engineering, Arts, Mathematics) adalah kunci. "Hukum (Law) harus menjadi tulang punggung yang menanamkan kesadaran etis dan moral sejak dini," tegas Syaykh. Visi ini melampaui kecerdasan intelektual semata, bertujuan mencetak individu yang jujur, beradab, dan berintegritas.

Lebih jauh, Syaykh Al-Zaytun menyerukan konsep "haddam bana" – sebuah gagasan radikal untuk membongkar total dan membangun ulang sistem pendidikan dari akar. "Jika kita ingin melihat transformasi revolusioner yang nyata, kita harus berani melakukan 'haddam bana'," ujar Syaykh, "meninggalkan cara-cara lama yang mungkin sudah tidak relevan dan menciptakan model pendidikan yang progresif dan berdaya saing global." Beliau menekankan bahwa cita-cita besar ini harus disebarkan ke seluruh penjuru negeri, dan membuka ruang urun rembuk dari para peserta agar gagasan-gagasan dapat dihimpun sebagai bekal bersama dalam melangkah lebih jauh.

6. Membangun Generasi 2045: Kolaborasi, Toleransi, dan Kekuatan Karakter

Sesi diskusi interaktif dalam pelatihan ini semakin memperkaya gagasan. Hartono dari PKBM Al-Zaytun mempertanyakan kolaborasi antar-pihak dalam mendukung pendidikan seni, yang dijawab Prof. Triyono dengan penekanan pada keberanian pemerintah membuat kebijakan besar, kontribusi swasta, dan kebangkitan peran masyarakat. Sementara itu, Puruhitari, guru seni tari Al-Zaytun, menyoroti kontribusi seni tari pada pendidikan multikultural. Profesor Triyono mengkritik pendangkalan makna tari akibat tren media sosial dan menegaskan kekayaan simbolik tari tradisional Jawa yang membentuk karakter melalui nilai-nilai luhur seperti nyawiji, greget, sengguh, dan ora mingkuh.

Keresahan akan fenomena seni di media sosial yang viral namun miskin karakter juga menjadi perhatian. Prof. Triyono menyebutnya sebagai "pendangkalan selera seni" yang menghasilkan manusia berpikir permukaan, dan solusinya adalah sistem pendidikan yang kuat yang menumbuhkan daya kritis. Penekanan Syaykh Al-Zaytun pada L-STEAM yang menjadikan hukum sebagai fondasi etis, diharapkan dapat menjadi benteng bagi pembentukan karakter. Profesor Triyono berharap para pemangku kebijakan dapat menyerap filosofi pendidikan dari Jepang yang menjunjung tinggi estetika dan kedalaman berpikir, demi perubahan atmosfer pendidikan di Indonesia.

Epilog: Simfoni Indonesia Emas, Dimulai dari Kita

Apa yang bergema dari Mahad Al-Zaytun hari ini bukanlah sekadar teori, melainkan cetak biru sebuah masa depan. Sebuah panggilan untuk memikirkan ulang cara kita mendidik, cara kita membina, dan cara kita membentuk generasi. L-STEAM adalah tawaran yang bukan hanya visioner, melainkan realistik: sebuah kurikulum yang tak hanya mencerdaskan, tetapi juga membentuk watak, menumbuhkan karakter, dan menjaga kesadaran hukum. Ini adalah model pendidikan yang menjadikan setiap anak bukan hanya cerdas dalam logika, tetapi juga jujur dalam tindakan, beradab dalam bersikap, dan memiliki jiwa kepemimpinan yang melayani.

Jika kita mendambakan Indonesia yang lebih baik pada 2045, kita harus mulai dari sekarang. Dari ruang kelas, dari asrama, dari setiap komunitas. Karena perubahan besar selalu dimulai dari kesadaran yang kecil namun istiqamah, dari hati yang tulus, dan dari tangan-tangan yang berani berkarya. Mari kita wujudkan pendidikan yang tidak hanya mencetak pemikir, tetapi juga penjaga nilai. Bukan hanya pemimpin, tetapi juga pelayan kemanusiaan. Karena masa depan Indonesia bukan hanya soal siapa yang berkuasa, tetapi siapa yang peduli, membina, dan membentuk generasi dengan hati, logika, dan cinta yang tulus. Mari bersama mengukir simfoni Indonesia Emas, yang melodinya akan dikenang sepanjang masa.