Oleh : Rizal Eka Sumadyo dan Ali Aminulloh
lognews.co.id, Indonesia - Pembangunan Politeknik Tanah AIR (PTA) Al-Zaytun memasuki pekan kedua. Pagi itu, pukul 06.45, Tim Pengawas “Senin” yang terdiri dari Ali Aminulloh, Rizal Eka Sumadya, Agung Setyawan, dan Moh. Imamudinussalam, memulai tugas mulia mereka. Setelah briefing pagi dan membaca capaian kemarin, fokus utama hari ini adalah mengawasi pemindahan top soil dari lokasi pembangunan menuju kawasan "Basis" perkebunan durian.
Di tengah cita-cita besar Al-Zaytun untuk mencapai ketahanan pangan melalui pendidikan unggul, sebuah narasi inspiratif terukir di Indramayu. Kisah ini bukan tentang kemegahan beton atau canggihnya laboratorium, melainkan berfokus pada peran pahlawan bisu: Ekskavator, Bulldozer, dan Big Jhon—para raksasa baja yang bertransformasi menjadi arsitek kelestarian alam.

Misi Konservasi: Mesin Pembuka Lahan, Bukan Perusak Lingkungan
Saat mesin-mesin berat mulai memasuki area yang dulunya hutan lebat, kekhawatiran akan kerusakan lingkungan sempat mencuat. Namun, di bawah arahan Pimpinan Proyek yang visioner, YAB Syaykh Al-Zaytun, alat-alat berat ini tidak sekadar meratakan atau merobohkan. Mereka menjalankan sebuah misi "pembukaan lahan tanpa melupakan konsep penataan lingkungan."
Visi pendidikan yang berakar pada alam menjadi filosofi dasar pembangunan ini: menghargai dan memelihara sumber daya alam sejak dini.
Ekskavator dan Bigjhon: Kekuatan Berpadu Kelembutan
Pemandangan yang tersaji di lapangan adalah sinergi yang jarang ditemui: kekuatan mesin-mesin baja berpadu dengan kelembutan konservasi demi menyelamatkan warisan botani.
Ekskavator yang gagah, dengan lengan hidroliknya yang kuat, tidak digunakan untuk mematikan kehidupan, melainkan untuk memindahkannya. Di tangan operator yang ahli dan berdedikasi, setiap gerakan alat menjadi presisi tinggi.
Fokus utama operasi penyelamatan ini adalah pada pohon-pohon keras yang berharga: pohon Jati (Tectona grandis) yang kokoh, pohon Mahoni, serta tanaman keras lainnya yang telah mencapai diameter besar dan ketinggian menjulang hingga lima meter. Alih-alih ditebang, pohon-pohon ini dicabut dengan hati-hati bersama sistem perakarannya.
Kemudian, datanglah Bigjhon (mobil pemindah pohon) yang mengambil peran krusial. Alat ini mengangkut dan memindahkan pohon-pohon tersebut ke lokasi yang telah ditentukan dalam masterplan kampus.
"Peran alat berat yang digunakan bukan sekadar merobohkan. Justru dengan keahlian operatornya, kami menunjukkan bahwa pembangunan bisa berjalan beriringan dengan pemeliharaan lingkungan, bahkan untuk pohon-pohon besar sekelas Jati dan Mahoni," ujar Abdul Khodir Jibril, Sang Koordinator Lapangan, menegaskan kembali filosofi konservasi ini.

Menata Topografi, Membangun Masa Depan
Aksi alat berat tidak berhenti pada penyelamatan pohon. Bulldozer dan Ekskavator juga berperan sebagai penata lingkungan yang cerdas.
Lahan yang ditata kini bukan lagi bekas hutan gundul, melainkan sebuah area yang siap menjadi kampus modern dengan ruang terbuka hijau yang terencana. Tanah digali, diratakan, dan ditata dengan topografi yang tetap mengedepankan drainase alami dan penyerapan air.
Selain penyelamatan pohon, pemindahan top soil ke perkebunan durian juga menjadi bagian integral dari misi ini, memastikan bahwa lapisan tanah paling subur tidak hilang sia-sia, melainkan dimanfaatkan untuk mendukung program ketahanan pangan Al-Zaytun. Pohon-pohon yang diselamatkan tersebut akan tumbuh kembali dan memberikan keteduhan, membentuk ekosistem mikro baru di area kampus.

Refleksi: Warisan Baja untuk Generasi Penerus
Kisah pengabdian alat-alat berat di Politeknik Tanah AIR ini adalah simbol nyata bahwa pembangunan infrastruktur vital dapat dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Setiap goresan sekopnya di tanah adalah awal dari sebuah peradaban baru.
Di kampus ini, generasi ahli pangan masa depan akan dididik di lingkungan yang mengajarkan keseimbangan fundamental antara teknologi dan alam. Proyek ini membuktikan bahwa dengan perencanaan matang, visi yang jelas, dan implementasi yang tepat, alat berat dapat menjadi instrumen positif—bukan ancaman—dalam menciptakan harmoni antara kemajuan manusia dan kelestarian bumi. Inilah narasi inspiratif tentang bagaimana pembangunan dapat mengubah lanskap tanpa harus merusak ekosistemnya, meninggalkan warisan kelestarian bagi generasi mendatang yang akan dididik di bawah pohon-pohon yang telah diselamatkan oleh tangan-tangan baja.


