PEMILU
Tuesday, 06 May 2025

Indonesia Terang

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

 

lognews.co.id, Yogyakarta - PRESIDEN pertama RI Ir Soekarno berkata: “Gelap, gelap dunia di sekeliling kita, akan tetapi di dalam batin kita terang benderang, menyala-nyala api kemerdekaan dan api kebangsaan!” Hal itu diucapkannya dalam Amanat Peringatan HUT ke-1 Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1946 di Yogyakarta yang saat itu Ibu Kota RI (1946-1949).

Jika dibandingkan dengan kondisi sekarang, Indonesia kala itu jauh lebih gelap. Jakarta diserang teror dari kekuatan asing terjadi di sana-sini. Kegentingan itu memaksa Ibu Kota RI dipindahkan ke Yogyakarta. Kedaulatan negara di titik nadir dan Indonesia di ujung tanduk setelah Belanda melancarkan agresinya dan menangkap para pemimpin. Pemerintahan darurat di Sumatera pun dipersiapkan untuk mengantisipasi hal-hal yang terburuk.

Narasi Indonesia gelap yang kini didengung-dengungkan memang cukup beralasan. Keadaan ekonomi kita memburuk. Badai PHK terjadi di mana-mana. Sementara korupsi-korupsi miliaran hingga triliunan Rupiah terkuak dan belum tertangani hingga tuntas. Belum lagi berbagai intrik politik dan skandal-skandal para pemimpin yang membuat kita mengelus dada. Kasus-kasus yang jelas merugikan rakyat dan perilaku aparat yang tidak pro-rakyat masih saja dikeluhkan banyak pihak.

Bung Karno dalam pidatonya kala itu mengajarkan kita cara-cara menghadapi masalah bangsa dan negara. Pertama, bersikap realistis dan sadar sepenuhnya bahwa masalah-masalah itu benar-benar ada. Kita tidak perlu menutup-nutupi masalah, apalagi di era surplus keterbukaan informasi sekarang ini. Para pemimpin juga tidak perlu merasa insecure dan terhina lalu mencitrakan diri serba hebat dan seolah-olah tak ada masalah.

Kedua, seorang pemimpin dituntut untuk selalu optimis dan bisa membangun pikiran positif rakyatnya. Soekarno menekankan pentingnya batin yang terang benderang. Di sinilah perbedaan antara pemimpin yang visioner dangan orang banyak yang skeptis. Kita membutuhkan pemimpin berkualitas seperti nabi Musa, yang tetap beriman positif manakala ummat bersunggut-sungut dan putus asa sebagaimana ditulis dalam Kitab Suci.

Sebagai seorang pemimpin spiritual, unsur batin bagi Bung Karno menunjuk pada dimensi yang terdalam dari insan. Batin lebih dalam daripada pikiran dan perasaan yang hanya merespon fakta empiris dengan menggunakan logika. Batin adalah ruh manusia yang diterangi oleh terang Tuhan, cahaya illahi, atau Roh Suci. Meskipun mata jasmani dan mata logika melihat fakta kegelapan, namun mata batin Soekarno melihat Indonesia terang. 

Ketiga, kegelapan harus dihadapi dengan terangnya api kemerdekaan yaitu semangat berjuang sampai titik darah penghabisan. Pada 1948, saat Agresi Militer Belanda II menyerang Yogyakarta, para pemimpin ditangkap termasuk Presiden Soekarno dan Wapres Hatta. Sultan Hamengku Buwono IX menghadapi semuanya sendirian. Sultan bukan tipe oportunis yang memilih “kabur saja dulu”. Sultan menantang Penjajah dengan berkata lantang “langkahi dulu mayat saya”. Sekali merdeka tetap merdeka.

Keempat, kegelapan harus dihadapi dengan terangnya api kebangsaan. Menurut Anthony D Smith dalam bukunya berjudul “Nationalism, Theory, Ideology, History” (2001), nasionalisme mempunyai 4 harta suci (sacred properties) yaitu (1) keyakinan bahwa Tuhanlah yang memilih dan mendirikan bangsa kita, (2) keyakinan akan kembalinya jaman keemasan yang dulu pernah terjadi dalam sejarah bangsa, (3) kelekatan pada tanah air tumpah darah kita, (4) keteladanan para pahlawan yang harus dipraktikkan di masa sekarang.

Korupsi telah merenggut harta kekayaan bangsa ini. Telah banyak analisis yang mengatakan bahwa jika tak ada korupsi maka setiap orang Indonesia bisa makmur. Korupsi itu jahat, korupsi bagaikan penyakit kanker. Namun ada jenis korupsi yang berpotensi menghancurkan negeri ini yaitu korupsi kebangsaan (nasionalisme). Jika keempat harta suci nasionalisme itu dirampas maka Indonesia bukan hanya gelap tetapi bubar. Habis gelap terbitlah terang, itu terjadi jika batin kita diterangi oleh api kemerdekaan dan api kebangsaan. (Dr Haryadi Baskoro, pakar Keistimewaan Yogya)