PEMILU
Tuesday, 29 April 2025

MENYOAL PERAN POLITICAL BALANCING DPRD INDRAMAYU TERKAIT HEBOH LIBURAN LUCKY HAKIM KE JEPANG

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Oleh ; H. Adlan Daie

Analis politik dan sosial keagamaan.

lognewsco.id - Dalam perspektif moralitas pemerintahan, Firdaus Arifin, Dosen Pasca sarjana Fak. Hukum "Unpas" Bandung dalam artikel berjudul "Liburan Tanpa Ijin, Pemerintahan Tanpa Malu?" - "kompascom" (7/4/2025) menulis begini :

"Kepergian Lucky Hakim ke Jepang tanpa ijin memperlihatkan satu hal mendasar, kekuasaan bisa berubah menjadi gaya hidup dan etika bisa ditinggalkan tanpa beban. Ia tidak sedang membunuh hukum, ia melukai moral pemerintahan", tulis Firdaus Arifin.

Sayangnya sejauh tracking penulis terhadap akses data media sosial belum ada respon DPRD Indramayu secara institusional terhadap "kasus" politik terkait liburan Lucky Hakim ke luar negeri ( Jepang) tanpa ijin pejabat berwenang. Ini sebuah tindakan dalam pandangan Firdaus Arifin di atas "melukai moral pemerintahan".

Kecuali sedikit Anggota DPRD Indramayu memberikan respon misalnya Kiki Arindi dari Fraksi PKB DPRD Indramayu mengingatkan Lucky Hakim untuk "taat prosedur" sebagai bupati ("Mandanews",8/4/2025), sebuah respon "tipis tipis", belum "political striking force", belum "berdaya pukul" politis.

H.Muhaimin dari fraksi partai Golkar dan H. Sirojudin dari fraksi PDI-P, dua politisi senior di DPRD Indramayu memberikan respon terkait "kasus" liburan Lucky Hakim ke Jepang dengan membuka ruang kemungkinan meng-endorse langkah politis DPRD secara institusional ("Beritasatu",7/4/2025). Mari kita tunggu.

DPRD adalah institusi "political balancing", sebuah institusi politik penyeimbang dalam menjalankan tiga mandat konstitusional, yakni fungsi legislasi, budgeting dan pengawasan dalam kemitraan bersama bupati dalam posisi equal, setara dan sederajat.

Sebagai "political balancing", posisi politik DPRD tidak perlu "mengkerdilkan" diri di hadapan bupati. Pasalnya sama sama representasi politik dipilih langsung, relasi politis bersifat setara bersama bupati untuk menjaga kemuliaan pemerintahan daerah, sesama unsur penyelenggara pemerintahan daerah

Di titik inilah peran penting DPRD sebagai "political balancing" terhadap bupati terkait "kasus" liburan bupati ke Jepang tanpa ijin pejabat berwenang.

Ini bukan problem personal meskipun bukan perjalanan dinas melainkan "jalan jalan" liburan bersama keluarga. Tapi Ia adalah bupati, unsur penyelenggara pemerintahan daerah bersama DPRD bersifat kemitraan sejajar dan setara.

Tidak ada tafsir lain kecuali Lucky Hakim sebagai bupati nyata nyata, jelas sejelas jelasnya dan terang seterang terangnya melanggar ketentuan pasal 76 ayat 1 dengan konsekuensi sanksi pasal 77, ayat 2 Undang Undang no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Tidak ada yang lebih berharga dari kerja politik kecuali mencegah "akhlak publik" tidak menabrak batas hukum untuk menghindarkan apa yang dibayangkan Firdaus Arifin tentang "pemerintahan tanpa malu" tidak terjadi di Indramayu, tidak ada urusan personal melainkan tentang konsekuensi menjaga kemuliaan jabatan yang dimandatkan publik. 

Dalam prinsip dasar kemuliaan hidup tak terkecuali dalam politik secara berurutan adalah "sandang, pangan, papan. Prinsip menjaga "malu" disimbolkan dalam kata "sandang" alias tutup aurat, adalah pertahanan terakhir martabat kemanusiaan setelah urusan "pangan" dan "papan". Di situlah esensi DPRD dalam konteks "kasus" politik perjalanan liburan bupati keluar negeri.

Itulah sejatinya kerja DPRD sebagai "political balancing", bukan kerja teknis "kantoran" melainkan kerja advokatif politis untuk menjaga politik sebagai "jalan mulia dan beradab" di ruang ruang "akhlak publik", mengutip Ibnu Khaldun, bapak sosiologi politik dalam khazanah intelektual muslim

Maka membiarkan "luka moralitas pemerintahan" dan pemerintahan berjalan "tanpa malu" sebagaimana bait naratif Firdaus Arifin di atas sesungguhnya kita - kata Muhamad Iqbal, penyair dari negeri Pakistan sedang menanam benih kerusakan sendi sendi peradaban masa depan politik. 

"Jika politik tidak dituntun moralitas etik, lalu harapan peradaban akhlak publik yang manalagi hendak diwariskan kepemimpinan politik dunia untuk menyemai taman taman sari kehidupan, membasuh nurani embun embun bening bagi anak zaman kemanusiaan?", tulis Iqbal dalam bukunya berjudul "Melejitkan Energy Alqur an".

Politik, sekali lagi, tanpa pijakan norma hukum, tanpa moralitas etik hanyalah praktek nyata dari "binatangisme politik", - kata George Orwell, penulis buku berjudul "Animal Farm", edisi indonesia "binatangisme politik" (1987).

Wassalam.