Friday, 01 August 2025

Berdagang di E-Commerce Dikenakan Pajak Penghasilan

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

lognews.co.id – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi memberlakukan kebijakan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) bagi para pedagang yang berjualan di marketplace atau e-commerce. Kebijakan ini tertuang dalam beleid yang ditandatangani langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan berlaku bagi pedagang di dalam maupun luar negeri yang bertransaksi melalui sistem elektronik.

Dalam beleid tersebut dijelaskan bahwa pihak marketplace, atau dalam istilah resminya Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), ditunjuk sebagai pihak pemungut pajak. Penyelenggara seperti Tokopedia, Shopee, TikTok Shop, dan sejenisnya baik yang berkedudukan di dalam maupun luar negeri dapat ditugaskan memungut pajak selama memenuhi kriteria tertentu.

“Menteri melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menunjuk Pihak Lain sebagai pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan penetapan batasan nilai transaksi dan/atau jumlah traffic atau pengakses melebihi jumlah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3),” bunyi beleid tersebut.

Adapun pedagang marketplace online yang akan dikenakan pajak adalah orang pribadi atau badan yang menerima penghasilan menggunakan rekening bank atau rekening keuangan sejenis, serta bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protocol (IP) di Indonesia atau nomor telepon dengan kode negara Indonesia.

Tidak hanya itu, perusahaan jasa pengiriman atau ekspedisi, perusahaan asuransi, dan pihak lain yang bertransaksi melalui PMSE juga masuk ke dalam kategori yang dikenakan pajak.

Pedagang online juga diwajibkan memberikan data berupa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK), serta alamat korespondensi kepada penyelenggara marketplace yang ditunjuk untuk memungut pajak.

“Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pedagang Dalam Negeri sehubungan dengan transaksi yang dilakukan melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22,” tertulis dalam Pasal 7 ayat 1.

Pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan oleh pihak lain atau penyelenggara PMSE.

“Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Pedagang Dalam Negeri,” bunyi Pasal 8 ayat 3.

Adapun besaran pajak yang dikenakan adalah sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto atau penghasilan kotor pedagang, yang tercantum dalam dokumen tagihan. Peredaran bruto sendiri diartikan sebagai penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis.

Dalam Pasal 6 beleid itu dijelaskan bahwa bagi pedagang dalam negeri yang memiliki peredaran bruto melebihi Rp500 juta diwajibkan menyampaikan informasi ke penyelenggara PMSE untuk dilakukan pemungutan pajak sebesar 0,5 persen.

“Dalam hal Pedagang Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah memiliki Peredaran Bruto melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), Pedagang Dalam Negeri harus menyampaikan informasi kepada Pihak Lain berupa surat pernyataan yang menyatakan bahwa Pedagang Dalam Negeri memiliki Peredaran Bruto pada Tahun Pajak berjalan melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),” tertulis dalam Pasal 6 ayat 6.

Surat pernyataan tersebut disampaikan paling lambat pada akhir bulan ketika peredaran bruto pedagang telah melebihi Rp500 juta. Dengan aturan baru ini, aktivitas ekonomi digital di Indonesia kini mulai masuk dalam pengawasan pajak secara lebih terstruktur.

(sahil untuk indonesia)