Kritik Dedi Mulyadi soal Pendidikan dan Pembangunan yang Mengabaikan Anak
Bandung – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengingatkan pentingnya menjaga esensi pendidikan dan ruang hidup anak-anak di tengah arus pembangunan dan digitalisasi yang semakin pesat. Dalam sebuah refleksi mendalam, Dedi mengkritik keras bagaimana pembangunan yang terlalu fokus pada ekonomi.
Pembangunan Harus Mengutamakan Ruang Publik dan Interaksi Sosial
Dedi menegaskan bahwa mindset pembangunan harus diubah. “Ekonomi itu penting, tapi tidak boleh membunuh ruang-ruang publik di mana orang bisa bercengkerama,” tegasnya. Ia mengusulkan agar desain rumah dikembalikan ke konsep yang menyediakan jendela dan ruang untuk orang tua berkumpul, serta halaman rumah yang luas di setiap kampung.
Lapangan bola harus tersedia di setiap desa agar anak-anak dapat berolahraga dan berinteraksi secara sehat. Sungai-sungai harus dijernihkan agar anak-anak dari keluarga miskin bisa berenang tanpa harus membayar mahal di kolam renang. Gunung-gunung harus dihijaukan agar anak-anak dapat melakukan hiking dan traveling, berinteraksi dengan alam dan semesta.
Ia menekankan bahwa pembangunan ekonomi tidak boleh mengorbankan ruang hidup anak-anak dan nilai-nilai pendidikan yang membentuk karakter dan jiwa mereka. Pendidikan harus kembali ke akar spiritual dan sosial, memberikan ruang bagi anak-anak untuk tumbuh dengan penuh kasih, disiplin, dan interaksi yang bermakna.
Pendidikan Digital dan Hilangnya Transformasi Energi Guru-Murid
Ia juga mengkritik pengajaran digital disekolah sekolah yang menurut Dedi Mulyadi, justru menghilangkan nilai-nilai spiritual dan interaksi emosional antara guru dan murid, sehingga murid kehilangan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan guru. “Duduknya murid harus memandang ke arah gurunya, memandang mata gurunya agar terjadi transformasi energi antara guru dengan muridnya. Tapi hari ini, itu hilang karena digitalisasi,” ujarnya.
Ia menambahkan, akibatnya murid-murid kini tidak lagi menghormati guru karena guru lupa mengekspresikan nilai-nilai spiritual dalam dirinya kepada murid. Ruang kelas yang seharusnya menjadi tempat hening penuh makna kini digantikan oleh papan belajar digital yang dingin dan kaku.
Hak Anak yang Hilang di Rumah dan Desa
Dedi juga menyoroti kondisi anak-anak di rumah dan desa yang semakin kehilangan hak-haknya untuk tumbuh dan berkembang secara sehat. “Di rumah-rumah, anak-anak tidak bisa tidur malam dengan nyenyak. Mereka sering tidur larut malam, tidak mendapatkan makanan bergizi, dan kurang kasih sayang,” katanya.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa lingkungan rumah, halaman rumah, sekolah, bahkan jalanan, kini bukan lagi tempat yang ramah bagi anak-anak Indonesia. Anak-anak kehilangan ruang bermain dan bercengkrama dengan alam karena pembangunan yang mengorbankan ruang publik demi bangunan dan fasilitas ekonomi. (Amri-untuk Indonesia)