الأحد، 14 كانون1/ديسمبر 2025

Politeknik Tanah Air Al Zaytun Indonesia Raya "Kesetaraan, Kekitaan, dan Kolaborasi dalam Satu Gerakan Besar"

تقييم المستخدم: 5 / 5

تفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجوم
 

Oleh : Ridaningsing, S.Ag., M.Pd.I

lognews.co.id - Di area pembangunan Politeknik Tanah Air, deru ekskavator dan gema koordinasi para pekerja tidak sekadar menandai aktivitas konstruksi. Ia adalah suara peradaban yang sedang tumbuh. Hari ini, tanah yang dikeruk bukan hanya tanah; ia adalah lapisan masa depan yang dibuka dan ditata.

Pada Selasa, 9 Desember 2025, memasuki pekan kedua pembangunnan, tim pengawasan lapangan turun penuh komitmen dengan formasi lengkap:

• Ust. Syaifuddin, S.I.P., M.Pd.

• Ust. Moch. Iqbal Aulia, S.Sos.

• Ust. Beni Nugroho, S.E., M.Pd.

• Usth. Ridaningsih, S.Ag., M.Pd.

Mereka berdiri sebagai representasi kekuatan kolektif—empat unsur yang berbeda latar belakangnya tetapi menyatu dalam satu misi: memastikan pembangunan politeknik ini berjalan aman, tepat, dan selaras dengan visi besar Al Zaytun

Kepemimpinan Nahniyah (Kekitaan sebagai Fondasi Pembangunan)

Di Al Zaytun, kepemimpinan tidak bertumpu pada figur tunggal. Keteladanan bukan tentang “aku”, tetapi “kita”—nahnu, konsep kekitaan yang menghapus jarak antara pemimpin dan pelaksana.

Prinsip ini menjadi napas pembangunan. Di lapangan tampak jelas:

• Pengawas menelaah akurasi pekerjaan dan memberi arah teknis,

• Operator menjalankan alat berat dengan disiplin yang nyaris seremonial,

• Teknisi memastikan keselamatan dan kelayakan setiap gerak mesin,

• Pelajar mengamati sebagai bagian dari pendidikan hidup: belajar bekerja, bukan sekadar menonton bekerja.

Setiap unsur mengalir dalam satu kesadaran: Pembangunan ini adalah amanah bersama. Tidak ada individu yang lebih penting dari keseluruhan gerakan.

"Setiap penghuni Al Zaytun harus mengerti perjalanan peradaban besar ini.” — Syaykh Panji Gumilang

Perempuan di Garda Depan 

(Ruang yang Dibuka, Kepercayaan yang Ditegakkan)

Kesetaraan gender bukan tuntutan sosial, bukan narasi barat, bukan perang jenis kelamin. Kesetaraan gender adalah: kembalinya manusia kepada martabat Ilahiah yang setara, kebebasan lahir batin, dan penghormatan pada cahaya Tuhan dalam setiap diri.

Kesetaraan gender adalah prasyarat kemajuan peradaban. Tidak ada satu pun peradaban maju yang meminggirkan setengah populasinya. Negara yang meninggalkan perempuan berarti meninggalkan separuh kecerdasan, kreativitas, dan etos manusia. Itu sebabnya Syaykh Al Zaytun sedari awal selalu memperhatikan kesetaraan gender dalam setiap pengambilan kebijakan termasuk dalam memutuskan kebijakan pengawasan pembangunan Politeknik Tanah Air Al Zaytun Indonesia Raya.

Di antara suara mesin dan debu konstruksi, hadir satu pemandangan yang menjadi simbol kemajuan: seorang perempuan berdiri tegak di garda pengawasan, mencatat, memotret, menganalisis, dan memastikan keselamatan di area pengerukan top soil. Dialah Usth. Ridaningsih, S.Ag., M.Pd., anggota tim pengawasan hari itu.

Kehadirannya bukan pengecualian, bukan pula sekadar representasi formal. Ia adalah buah dari budaya yang telah lama ditanam Syaykh Panji Gumilang—bahwa perempuan adalah subjek penuh dari pembangunan, bukan objek.

Di Al Zaytun, kemampuanlah yang berbicara, bukan gender.

Perempuan diberi ruang strategis, diberi kepercayaan pada posisi teknis, dan diberi kesempatan untuk memimpin lapangan. Dampaknya terasa nyata: santri perempuan yang mengamati pembangunan hari itu menyaksikan satu pesan penting—bahwa masa depan teknik, pengawasan, dan kepemimpinan lapangan juga milik mereka.

Kolaborasi di Lapangan (Kerja Sama yang Menggerakkan Mesin Peradaban)

Pekerjaan konstruksi tidak berjalan cepat karena alat berat semata, tetapi karena budaya kolaborasi yang menjadi ciri Al Zaytun.

Apa Itu Kolaborasi ala Al Zaytun?

• Saling percaya antar unsur

• Kesadaran peran tanpa tumpang tindih ego

• Komunikasi terbuka tanpa hierarki yang membatasi

• Tidak ada dominasi individu

• Setiap unsur berkontribusi sesuai kapasitas terbaiknya

Keempat anggota tim pengawas “Selasa” 9 Desember menunjukkan itu:

mereka bekerja seperti satu tubuh yang bergerak, bukan empat orang yang berdiri terpisah.

Tausiyah yang Menjadi Arah

Mengerti Peradaban yang Sedang Dibangun. Dalam banyak tausiyahnya, Syaykh Panji Gumilang selalu mengingatkan:

“Jika engkau hidup di dalamnya, engkau wajib tahu arah geraknya.”

Di tengah debu konstruksi, kalimat itu terasa hidup. Pekerja, pengawas, operator, santri—semua memahami bahwa mereka sedang bekerja untuk sesuatu yang lebih besar dari bangunan fisik: mereka sedang menyiapkan pusat transformasi masyarakat.

Gerak sebagai perlawanan terhadap kejatuhan

Dalam tradisi spiritual—termasuk yang sering digemakan oleh Syaykh Al Zaytun—gerak dipandang sebagai tindakan melampaui diri. Ketika manusia berhenti bergerak, ia:

• jatuh dalam stagnasi,

• kehilangan arah maknawi,

• berhenti bertumbuh.

Stagnasi adalah kematian sebelum mati.

Maka gerak adalah perlawanan terhadap keterpurukan, kebodohan, dan kehampaan. Gerak adalah bentuk syukur paling tua. Gerak adalah ibadah paling primordial.

Gerak sebagai ciri manusia merdeka

Yang bisa bergerak adalah yang tidak terikat. Gerak menandai kemerdekaan:

• merdeka ruh

• merdeka pikir

• merdeka ilmu

• merdeka makna

Manusia yang merdeka adalah manusia yang dapat menggerakkan dirinya tanpa paksaan,

yang hidupnya bukan sekadar respons mekanis, tetapi dorongan sadar dari dalam jiwa. Gerak yang sadar adalah puncak eksistensi manusia. Manusia bukan hanya sosok yang bergerak; manusia adalah gerak itu sendiri. Gerak:

• membuktikan bahwa ia hidup,

• menegaskan bahwa ia ada,

• menyatakan bahwa ia terhubung dengan Tuhan,

• menjadi kendaraan menuju diri sejati,

• menjadi wujud syukur paling purba,

• dan menjadi pernyataan bahwa ia merdeka.

Selama manusia bergerak, ia masih bisa menjadi lain, menjadi lebih, menjadi dirinya yang ditakdirkan. Saat manusia berhenti bergerak—di situlah eksistensi pudar dan makna runtuh.

Tiga Pilar Pembangunan Politeknik Tanah Air

1. Kekitaan / Nahniyah Fondasi kepemimpinan yang melembutkan ego dan menguatkan sinergi.

2. Kesetaraan Gender yang Nyata Perempuan hadir pada posisi strategis, termasuk pengawasan teknis dan kepemimpinan lapangan.

3. Kolaborasi Multidisiplin Operator, teknisi, pengawas, pelajar, dan civitas bergerak dalam irama yang sama.

Menuju Novum Gradum

Pembangunan Politeknik Tanah Air bukan sekadar membangun gedung; ini adalah deklarasi budaya. Setiap lapisan tanah yang diangkat adalah simbol terbukanya peluang baru. Setiap fondasi yang diletakkan adalah janji bagi generasi mendatang: bahwa Al Zaytun terus bertumbuh, terus bergerak, dan terus menyiapkan peradaban.

Inilah Al Zaytun. Inilah budaya kekitaan, kesetaraan, dan kolaborasi.

Inilah peradaban yang sedang bertumbuh.