Oleh : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan.
lognews.co.id -Tulisan ini bukan analisis tentang "gestur" siapa yang "hoax" dan "tidak hoax" sebagaimana dikupas detil Ousjh Dialambaqa dalam podcast "PKSPD" tentang dugaan jual beli jabatan terkait dokter Rosi Damayanti kepala Puskesmas Sukra yang begitu viral di media sosial.
Ousjh Dialambaqa seolah hendak menepis pernyataan salah satu tim transisi yang menyebut pengakuan dokter Rosi "hoax". Penulis hendak mempertajam perspektif tentang hal di atas dengan sebuah pertanyaan hipotesis dan kemungkinan mata rantai implikasi politisnya.
Pertanyaan hipotesisnya apa mungkin dokter Rosi Damayanti yang "well educated", seorang terdidik, jabatan Kepala Puskesmas begitu "lugu" sudah menyiapkan dana 100 juta untuk promosi jabatan dirinya tanpa "godaan" tawaran jual beli jabatan dari pihak tertentu meskipun ia lalu klarifikasi bahwa dana masih ada di "tim' nya.
Praktek jual beli jabatan (juga sistem "ijon" proyek) dalam analisis Jefry Wonters, penulis buku berjudul "Political Oligarchi" (2011) dikategorikan sebagai praktek kejahatan "well educated" - lebih rumit dari apa yang dulu disebut kejahatan "kerah putih".
Kejahatan "well educated" selalu bersifat terstruktur, sistemik tapi "missing link", yakni sengaja diputus mata rantai penghubungnya ke level "hulu", sebuah cara menghindarkan delik hukum tidak menyasar ke "sumbu terakhir".
Karena itu tidak mudah menemukan alat bukti hingga ke tingkat "hulu" tetapi secara politis menurut Prof Syafie Maarif praktek jual beli jabatan adalah "extra ordinary crime", kejahatan luar biasa merusak sendi sendi bernegara. Daya rusaknya dahsyat terstruktur bagi sistem layanan publik.
Prof Syafie Ma'arif di harian "kompas" (10/11/2021) berjudul "Mentereng di luar Remuk di Dalam" menulis begini : "Penyakit sosial kronis yang menipu kita selama ini adalah sumpah para birokrat dan pejabat publik atas nama Tuhan dan di atas kitab suci tidak ada pengaruhnya pada perilaku mereka", tulisnya.
Di sinilah pentingnya tindakan proaktif Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menyelidiki terkait pengakuan dan klarifikasi dokter Rosi tentang "dugaan" jual beli jabatan, sebuah "dugaan" percobaan suap tidak cukup sekedar klarifikasi personal karena terkait birokrasi sebagai institusi publik.
Praktek jual beli jabatan adalah "hulu" dari kejahatan birokrasi dengan "hilirisasi" kejahatan lanjutannya adalah main "ijon" proyek dan jual beli perijinan sebagai "tambal sulam" ongkos politik yang dikeluarkan. Tiga hal inilah dalam temuan KPK "hulu" rusaknya birokrasi penyelenggaraan pemerintahan yang bersih.
Dengan kata lain birokrasi ibarat pipa pipa dan APBD adalah air bersih alias "halal". Air bisa tetap bersih atau keruh sampai ke ruang ruang kehidupan publik tergantung sepenuhnya pada kualitas dan "karat" tidaknya pipa pipa birokrasi yang mengalirkannya.
Pihak APH sekali lagi penting menyelidiki dugaan "kasus" ini dan publik harus selalu mengontrolnya dalam frekuensi semangat Presiden Prabowo, pimpinan tertinggi negeri ini bahwa pejabat di level manapun harus bekerja untuk maslahat rakyat bukan kalkulasi untung rugi pejabat.
Penulis sangat percaya masih banyak ASN di lingkungan Pemda Indramayu memiliki skill teknokratis dan integritas personal untuk sepenuhnya menjadi pelayan publik secara akuntabel - acapkali tersisih hanya karena timbangan politis, bahkan transaksional.
Instruksi Presiden No 1 tahun 2025 tentang efisiensi harus menjadi momentum tindakan "perampingan" anggaran belanja "operasi" dinas, badan dll sehingga minat menduduki jabatan tertentu tidak karena motive "gemuknya" belanja dinas melainkan profesionalisme dan semangat pengabdian.
Itulah "hulu" cara sederhana "beberes" Indramayu. Dan di atas segalanya tentu hikmah dibalik pengakuan dan klarifikasi dokter Rosi Damayanti di atas adalah menyegarkan kembali nasehat Ali Bin Abi Tholib kepada para pejabat di era kekuasaannya sebagai khalifah :
"Jangan pernah menyembunyikan kebohongan karena kebenaran selalu menemukan jalannya seperti bayangan selalu menemukan pemiliknya saat matahari beranjak pergi", tulisnya dalam kitab "Nahjul Balaghah".
Mari kita bangun bersama dalam semangat "tawashau bil Haq watashau bis shabr", semangat chek and balance akan menciptakan birokrasi dan kekuasaan sehat wal afiat, manfaat dan maslahat.
Wassalam.