oleh : Ali Aminulloh
lognews.co.id, Indonesia - Dari proses penyembelihan hingga distribusi, para pelajar terlibat aktif dalam setiap tahap qurban sebagai bagian dari pendidikan berbasis nilai dan keterampilan hidup.
Perayaan Idul Qurban di Al-Zaytun bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi menjelma menjadi panggung pendidikan yang menyentuh banyak dimensi: spiritual, sosial, keterampilan hidup, hingga penguatan nilai-nilai kebangsaan. Di kampus pendidikan terpadu ini, Idul Adha diselenggarakan dalam kerangka pendidikan menyeluruh—suatu proses yang menanamkan makna qurban bukan hanya pada tataran simbolik, melainkan dalam praktik keseharian generasi muda yang disiapkan sebagai calon pemimpin masa depan.
Al-Zaytun, sebagai pusat pendidikan yang telah dikenal luas dengan pendekatan holistiknya, menjadikan momen Idul Qurban sebagai laboratorium hidup untuk mendidik para pelajar. Segala kegiatan disusun dengan pendekatan pendidikan. Bukan hanya dalam konteks pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter, kepemimpinan, dan pengabdian kepada masyarakat.
Pelibatan total para pelajar dimulai jauh hari sebelum pelaksanaan. Saat persiapan sarana ibadah shalat Id, para santri terlibat langsung mulai dari pembersihan area, pengaturan tempat, hingga menyusun perlengkapan. Pada malam takbiran, suara takbir menggema dari masjid hingga asrama dipimpin oleh para pelajar sendiri. Mereka bukan sekadar peserta, tetapi pelaku aktif. Guru hadir bukan sebagai pelaksana utama, melainkan pembimbing yang menerapkan prinsip tut wuri handayani—membimbing dari belakang.
Pelibatan ini terus berlanjut hingga ke prosesi penyembelihan hewan qurban. Beberapa hari sebelum hari H, para santri bertanggung jawab atas pemeliharaan hewan-hewan qurban. Mereka memandikan sapi dan kambing, mencukur bulu-bulu yang mengganggu, dan menggembalakan hewan-hewan tersebut agar tetap sehat dan menghasilkan kualitas daging yang prima. Ini bukan pekerjaan sembarangan—semua dilakukan dengan panduan pengetahuan tentang perawatan hewan dan kebersihan.
Para pelajar juga dilatih untuk mengenal dan menyiapkan daun jati yang akan digunakan sebagai pembungkus daging. Proses ini melibatkan identifikasi daun jati yang baik, pengumpulan, hingga perhitungan kebutuhan berdasarkan jumlah hewan yang disembelih. Ini menjadi sarana untuk menumbuhkan kepekaan ekologis dan pemahaman tentang bahan lokal yang ramah lingkungan.
Sehari sebelum hari penyembelihan, hewan qurban dipindahkan dari kandang ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang berjarak sekitar dua kilometer. Para santri menggiring sendiri hewan-hewan itu secara bergantian—sebuah pembelajaran tentang kerja sama, kesabaran, dan tanggung jawab.
Proses penyembelihan dilakukan oleh tenaga profesional bersertifikat. Namun, pelajar tetap terlibat dalam tahap-tahap penting lainnya: pengulitan, pencacahan daging, pengepakan, dan klasifikasi. Mereka diajarkan untuk membedakan jenis potongan: daging murni, jeroan, tulang, dan iga. Setiap paket dikemas secara proporsional dengan berat antara 1,8 hingga 2 kilogram, dibungkus daun jati, diikat dengan karet, dan kemudian dimasukkan ke kantong plastik.
Pelajar pun tidak berhenti di situ. Mereka bertanggung jawab untuk mengemas daging-daging tersebut ke dalam karung berisi 50 bungkus per karung, lalu mengklasifikasikannya berdasarkan lokasi distribusi sebelum dimuat ke truk. Bahkan pada malam sebelum hari penyembelihan, para pelajar juga menyiapkan dan memuat sekitar 2.000 paket beras ke dalam truk untuk disalurkan kepada para mustahik. Kegiatan ini dilakukan oleh 30 orang santri di bawah bimbingan guru pendamping.
Proses distribusi daging dan beras dilakukan dengan sangat sistematis dan edukatif. Para petugas, yang terdiri dari pengurus Jamaah Kabatullah bersama mahasiswa Institut Agama Islam Al-Azis, mendapatkan pengarahan terlebih dahulu. Mereka dibekali bukan hanya teknis distribusi, tapi juga etika pelayanan: bagaimana berpakaian yang sopan, bersikap santun, hingga cara berinteraksi yang membangun kesan mendalam. Dengan demikian, pembagian qurban ini bukan sekadar kegiatan amal, melainkan media pendidikan sosial yang mendidik baik pemberi maupun penerima.
Puncak dari seluruh kegiatan ini adalah pesan moral yang begitu kuat: pendidikan tidak hanya terjadi di ruang kelas, tapi juga dalam setiap peristiwa kehidupan. Syaykh Al-Zaytun menekankan bahwa seluruh prosesi Idul Qurban adalah bagian dari pendidikan karakter, integritas, dan kepedulian sosial. Maka sangatlah pantas jika Al-Zaytun menyatakan dirinya sebagai pusat pendidikan dan pengembangan budaya toleransi serta perdamaian. Semua ini diarahkan menuju satu visi besar: membentuk masyarakat yang sehat, cerdas, dan manusiawi.
Epilog: Idul Qurban di Al-Zaytun adalah bukti nyata bahwa semangat pengorbanan dapat dihidupkan melalui pendidikan yang menyentuh seluruh aspek kehidupan. Ia bukan sekadar ritual tahunan, melainkan wahana pendidikan yang mencetak manusia-manusia berakhlak, berpengetahuan, dan berdaya guna. Di tengah dunia yang makin pragmatis, Al-Zaytun menghadirkan harapan: bahwa pendidikan masih dan akan selalu menjadi jalan utama menuju kemuliaan peradaban. ( Ali Aminulloh)