lognews.co.id, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil membongkar kasus pengoplosan gas LPG bersubsidi 3 kilogram menjadi tabung gas non-subsidi 12 kilogram di Dusun Cangkring, Sidoarjo, Jawa Timur. Kasus ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara hingga Rp7,9 miliar setelah aktivitas ilegal tersebut berlangsung selama 10 bulan.
Dalam konferensi pers pada 11/6/25 di Markas Besar Polri, Jakarta, Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin, Direktur Tipidter Bareskrim, mengungkapkan bahwa delapan tersangka telah diamankan. Mereka terdiri dari RBP sebagai pemilik usaha, AS sebagai penanggung jawab operasional, NRI, E, WTA, dan EI sebagai operator pengoplos, R sebagai penyuplai gas subsidi, serta BT sebagai pembeli yang menampung produk gas oplosan.
Modus operandi pelaku adalah memindahkan gas dari tabung LPG subsidi 3 kilogram ke tabung gas non-subsidi 12 kilogram dengan cara menyuntikkan isi gas. Dalam sehari, para pelaku dapat mengoplos hingga 480 tabung gas subsidi 3 kilogram, menghasilkan sekitar 120 tabung gas non-subsidi 12 kilogram yang kemudian dijual ke masyarakat.
Dari sisi ekonomi, tabung gas subsidi 3 kilogram dibeli dengan modal Rp18 ribu per tabung, sementara keuntungan yang diperoleh dari penjualan gas oplosan mencapai Rp30 ribu per tabung gas 12 kilogram. Total keuntungan yang diraup pelaku diperkirakan mencapai Rp108 juta per bulan.
Polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain 487 tabung gas ukuran 3 kilogram, 2 tabung gas ukuran 5,5 kilogram, 227 tabung gas ukuran 12 kilogram, 12 regulator selang, 11 regulator pendek, 4 bak air, 3 mobil pick up, serta dokumen pencatatan.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukuman bagi para pelaku berupa pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar, atau pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp2 miliar. (Amri-untuk Indonesia)