Oleh : H. Adlan Daie Analis politik dan sosial keagamaan
lognews.co.id - Dedi Mulyadi adalah Gubernur "Game Changer", yakni pengubah alur situasi "rutin" pemerintahan Jawa Barat secara signifikan. Ia memimpin Jawa Barat di jalan politik penuh resiko, membongkar paradigma dan kebiasaan lama tata kelola pemerintahan.
Dedi Mulyadi begitu percaya diri tidak menimbang efek citra populisme elektoral dan basis loyalitas pemilihnya kecuali ia bertindak sebagai Gubernur Jawa Barat sepenuhnya di atas prinsip kepentingan maslahat publik secara akuntabel, terukur, rasional dan transparan.
Dedi Mulyadi begitu detail "membedah" di ruang media sosial tentang pos pendapatan APBD Jawa Barat, pilihan prioritas alokasi belanja publik mulai pendidikan, kesehatan dan infrastuktur, tak segan segan menghapus anggaran "rutin" perjalanan dinas, study banding dan rapat rapat.
Bahkan anggaran "baju" dan "mobil" baru Gubernur sendiri dihapus, dipandang tidak perlu dan memangkas kemewahan protokoler lainnya. Ia pun akan mengekspose lembaga/yayasan yang mendapatkan bantuan "hibah".dari Gubernur Jawa Barat.
Profesor Burhanudin Muhtadi, Direktur Eksekutif lembaga survey "Indikator Politik" dan Toto Izul Fatah, Direktur lembaga survey "Citra Komunikasi" LSI Deni JA, meletakkan figur Dedi Mulyadi sebagai "role model" kepala daerah dengan "tune" positif dalam persepsi publik. Kuat dalam gagasan, terobosan dan kemampuan teknokratik dalam memimpin Jawa Barat.
"keunggulan KDM tidak hanya terletak pada kebiasaannya turun langsung ke lapangan untuk mendengar, mengecek dan mencari solusi atas berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat
Lebih dari itu, KDM juga memiliki gagasan, terobosan serta kebijakan yang berani selama semuanya ditujukan untuk kepentingan rakyat", tulis Izul Fatah sebagaimana dikutip "kompas com"(17/3/2025).
Dalam perspektif penulis ada sejumlah "competitive advantage", yakni keunggulan kompetitif Dedi Mulyadi sebagai kepala daerah dibanding rata rata kepala daerah (baik Gubernur, Bupati dan Walikota) di Indonesia, yaitu :
Pertama, ia berlatar belakang aktivis, berbeda dengan politisi dengan background "artis" meskipun sama sama populer di platform media sosial. Aktivis terlatih dalam kemampuan artikulasi perjuangan gagasan dan aspirasi kehendak kolektif publik sementara artis lebih "menjual" citra politik "glowing" ( politik "kulit luar" dll).
Latar belakang sebagai aktivis begitu kuat dalam diri Dedi Mulyadi hingga ia punya "nyali" berani mengambil jalan resiko "tidak populer" memimpin Jawa Barat seperti berani melarang "study tour" sekolah sekolah di Jawa Barat, membongkar bangunan bangunan di daerah "resapan air" seperti di daerah Puncak, Bogor dan sekitarnya, penyebab banjir di Jawa Barat.
Kedua, memiliki kapasitas intelektual dalam menarasikan gagasan gagasannya di ruang publik. Piawai merumuskan pilihan prioritas program berbasis kekayaan literasi, khazanah kekayaan budaya lokal dan proyeksi percepatan transformasi sosial warga Jawa Barat yang dipimpinnya.
Inilah "competitive advantage", sebuah keunggulan kompetitif kepemimpinan politik Dedi Mulyadi dalam menyampaikan desain visi besar membangun Jawa Barat di ruang publik, meyakinkan publik dan menebar "virus virus" spirit positif kepada warga yang dipimpinnya.
Dalam konteks kemampuan tersebut Dedi Mulyadi tidak sekedar pejabat tapi sekaligus pemimpin dalam indeks parameter Michael H. Hart, penulis buku "100 tokoh berpengaruh di dunia", yaitu "influential person", seorang tokoh yang memiliki pengaruh kuat secara sosial.
John Quincy Adam, Presiden Amerika Serikat ke - 6 (1826 - 1829) mendefinisikan : " Jika tindakanmu menginspirasi orang lain untuk bermimpi lebih banyak, berbuat lebih banyak - maka kamu adalah seorang pemimpin", tulisnya.
Ketiga, ia memiliki pengalaman politik di legislatif (di DPRD Purwakarta dan DPR RI) dan pengalaman teknokrasi politik dua periode menjadi bupati Purwakarta. Ini membentuk karakter kuat kepemimpinan politiknya.
Modal pengalaman kepemimpinan politik ini penting bagi seorang Gubernur dengan kewenangan "evaluasi" yang dimilikinya untuk mengarahkan desain APBD kab/kota berorientasi produktif secara terukur dan "komplementer",yakni saling melengkapi dalam konektivitas antar daerah kab/kota secara horizontal dan vertikal provinsi Jawa Barat.
Sebagai Gubernur ia menjadi mata rantai politik di satu di sisi berperan untuk menjadi jembatan penting bagi sukses program program pemerintah pusat di Jawa Barat dan di sisi lain ia bisa menjadi penyambung "lidah" terkait problem kab/kota di Jawa Barat ke pemerintah pusat.
Tiga variabel "competitive advantage" yang dimiliki Dedi Mulyadi dalam kepemimpinan di atas dari sudut pandang penulis
dapat menjawab "kecemasan" Mendagri Tito Karnavian tentang kualitas "kepala daerah" produk kontestasi politik elektoral.
Menurut Mendagri kontestasi politik elektoral tak jarang hanya menghasilkan "kepala daerah" pandai menjual pesona tapi kapasitas dan kompetensi di bawah "standart".
Dedi Mulyadi "terpilih" bukan sekedar memiliki pesona popularitas secara elektoral, ia memiliki rekam jejak politik, kapasitas dan kompetensi teknokratis secara kualitatif dalam kepemimpinan politik di level provinsi (Jawa Barat) minimal sebagaimana penulis gambarkan dalam tiga variabel di atas
Di atas segalanya tentu sebagai Gubernur Jawa Barat sekaligus pemimpin politik yang dipilih secara demokratis konsekuensinya Dedi Mulyadi harus tetap selalu terbuka dan membuka diri ruang pikiran alternatif dan kritis untuk partisipasi publik secara bermakna dalam proses jalannya pemerintahan di Jawa Barat dalam lima tahun ke depan.
Wassalam.